Rabu, 06 Agustus 2008

KPPU Bongkar Lagi Monopoli Bidang Penyiaran dan Televisi

Rabu, 06/08/2008 18:34 WIB


Suhendra - detikFinance

Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan kembali menyelidiki kasus indikasi monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap pelaku bisnis bidang penyiaran dan pertelevisian.

Langkah ini perlu dilakukan setelah KPPU mendapat masukan dari rapat dengar pendapat yang dilaksanakan siang tadi.

"Penting untuk menjaga persaingan usaha, karena nanti kalau besar cenderung melakukan abuse," kata Anggota KPPU Tri Anggraeni usai acara public hearing di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (6/8/2008).

Untuk itu KPPU akan melakukan tahap monitoring, selama 90 hari kerja kedepan dengan target pada bulan November tahapan monitoring 2008 akan dirampungkan, setelah itu akan ditingkatkan menjadi pengembangan perkara. "Bisa diperpanjang selama 60 hari kerja," jelas Tri.

Tri mengaku hingga kini KPPU masih menyelidiki dan mempertimbangkan dasar apa yang akan menjadi pertimbangan KPPU untuk menentukan dasar indikasi monopoli, apakah melalui rating, kepemilikan, atau jumlah saluran yang dimiliki. "Kita masih mencari relevan market yang spesifik," ucapnya.

Sementara itu Anggota Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) Patrick Kwanto mengatakan bahwa yang paling bisa menjadi dasar utama KPPU adalah jumlah saluran atau frekuensi yang diberikan izin oleh lembaga penyiaran swasta (LPS). Sedangkan rating atau jumlah pemirsa lebih bersifat fluktuatif jadi tidak bisa menjadi pegangan.

"Jumlah seluruh saluran yang tersedia di TV di Indonesia hanya 51 saluran di Jawa 41, kalau ada yang menguasai 22 saluran artinya sudah monopoli," katanya.

Ia mengurai lebih lanjut dari kelompok MNC yaitu RCTI memiliki 16 saluran, TPI 14 saluran dan GlobalTV 5 saluran dengan total MNC seluruhnya 35 saluran. "Secara efektif menggunakan 23 saluran di Jawa. Kok pemerintah tega-teganya memberikan sebanyak itu pada segelintir pengusaha," ungkapnya.

Di tempat yang sama Sekretaris Perusahaan PT Media Nusantara Citra (MNC) Gilang Iskandar mengatakan bahwa dasar perhitungan suatu bisnis penyiaran dikatakan melakukan monopoli dengan menggunakan ukuran dari berapa jumlah siaran yang ia miliki dasarnya tidak kuat dan perlu data yang valid.

"Kebenaran data itu dari cek dari Postel, dilihat dari izin Postel. Bagaimana itu menghitung dari saluran. Kita enggak bisa bicara holding company, MNC bukan lembaga penyiaran swasta," urainya.

Ia menambahkan mengenai adanya tuduhan beberapa pihak yang mengatakan MNC melakukan monopoli informasi, itu dibantahnya dengan tegas. "Dari sisi jam siaran news itu hanya 0,2% dari siaran berita lebih rendah dari film kartun atau jauh di bawah sinetron 24%," ujarnya beralasan.
(hen/ddn)

Tidak ada komentar: