Jumat, 18 April 2008

Pengaturan KPI untuk Siaran Pilkada


Mengapa KPI perlu terlibat

KPI adalah lembaga negara independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Oleh sebab itu, Siaran Kampanye Pilkada di lembaga Penyiaran merupakan suatu kewenangan KPI. Oleh sebab itu, KPI menerbitkan Pedoman Siaran Kampanye Pilkada di Lembaga Penyiaran. Adapun dalam pelaksanaannya, pedoman tersebut dapat dibuat Peraturan oleh KPI Daerah. Hal ini diharapkan bahwa aspirasi dari setiap daerah yang berbeda-beda dapat tertampung aspirasinya.

Di sini sangat jelas bahwa kewenangan KPU dan KPI dalam hal Pilkada. Untuk menyamakan gerak dan langkah pengawasan terhadap keberlangsungan Pilkada, KPI di beberapa provinsi membuat MoU agar kewenangan dan tugas masing-masing dapat dijalankan secara baik.

Prinsip Dasar Pedoman

Urgensi mendasar mengapa perlu pedoman siaran kampanye di lembaga penyiaran? Pertama, menyadari bahwa lembaga penyiaran menggunakan frekuensi, yang merupakan ranah publik dan terbatas. Sesuai amanat undang-undang, bahwa pengelolaan frekuensi digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat.

Dalam kerangka diatas, lembaga penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan harus tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. KPI menerbitkan Pedoman Siaran Kampanye Pilkada ditujukan untuk mengatur pelaksanaan kampanye di lembaga penyiaran berjalan tertib dan damai. Lembaga penyiaran merupakah wahana dan media yang strategis untuk menyampaikan visi, misi serta program-programnya para kandidat sehingga siaran kampanye Pilkada berkualitas dan mampu memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Prinsip dasar yang dijadikan landasan pedoman antara lain:

1. Akurasi

Dengan pedoman tersebut, lembaga penyiaran dapat menyiarkan kampanye secara adil dan berimbang. Selain itu, setiap lembaga penyiaran diwajibkan untuk berpegang teguh pada prinsip akurasi, yakni menjamin kebenaran, kejelasan dari materi siaran yang akan disiarkan. Ini berarti bahwa lembaga penyiaran mempunyai kewajiban untuk menyebarkan informasi dan siaran yang berkualitas bagi rakyat. Misalnya, dalam hal sumber materi siaran, lembaga penyiaran wajib untuk menyebutkan asalnya. Agar materi siaran yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan. Khususnya siaran langsung, ungkapan narasumber yang tanpa bukti atau belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, pembawa acara/moderator harus melakukan verifikasi atau meminta penjelasan lebih lanjut dari nara sumber. Apabila dalam perjalanannya lembaga penyiaran terbukti menyampaikan informasi yang tidak akurat atau salah, lembaga penyiaran wajib melakukan revisi atau memberikan ruang bagi penyanggah untuk melakukan klarifikasi dengan porsi yang seimbang (baik dari segi porsi alokasi, waktu tayang, serta bobot materi siaran)

2. Prinsip keadilan

Lembaga penyiaran wajib berlaku adil, baik dari segi kecukupan alokasi waktu bagi semua kandidat untuk menyampaikan materi kampanyenya mapun informasi yang disiarkan. Rasa keadilan tersebut juga berarti pemberian alokasi kritik dan hak jawab bagi semua kandidat. Lembaga penyiaran juga harus adil dalam memperlakukan semua narasumber sesuai dengan porsi dan kapasitasnya masing-masing. Narasumber sebelum dilibatkan dalam siaran juga berhak mendapatkan informasi yang cukup mengenai tema, topik, bentuk acara dan garis besar pertanyaan yang akan diajukan. Selain itu Narasumber juga berhak diperlakukan dengan hormat dan santun dalam setiap program acara. Artinya, lembaga penyiaran harus berimbang, memberikan kesempatan dan peluang yang sama serta proporsional kepada semua pihak yang berkampanye.

3. Prinsip imparsialitas

Prinsip ini mewajibkan bagi setiap lembaga penyiaran untuk bersikap tidak memihak, netral dan non-partisan. Sehingga, keberpihakan lembaga penyiaran terhadap salah satu atau beberapa calon dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap prinsip ini. Dengan kata lain, lembaga penyiaran berfungsi memfasilitasi para kandidat kepala daerah untuk menyampaikan visi, misi dan tawaran program-program. Lembaga penyiaran juga wajib bersikap Independen yang berarti tanpa tekanan dari pihak manapun termasuk menerima pembiayaan sponsorship program, serta blocking time (pembelian jam siar oleh kandidat yang berkampanye). Lembaga penyiaran juga dilarang memiliki kepentingan pribadi atau keterkaitan dengan salah satu pihak/calon (tidak partisan) yang bersiaran.

4. Prinsip Isi Siaran

Pedoman ini juga mengatur agar lembaga penyiaran tidak berlaku menyimpang dari norma dan nilai yang berkembang. Siaran yang dilarang dalam pedoman tersebut yakni:

  • bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

  • menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau

  • mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

  • memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Selanjutnya, lembaga penyiaran dalam menyiarkan kampanye pilkada wajib memenuhi ketentuan di bawah ini :

  • Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan dan suku, ras: dilarang melakukan serangan, pelecehan, penghinaan, merendahkan

  • Rasa hormat terhadap hal pribadi : menghormati hak privasi, dilarang olok-olok, "pembunuhan karakter" (merendahkan martabat)

  • Rasa kesopanan dan kesusilaan, kepantasan : dilarang menayangkan maki2an dan kata-kata kasar, jorok, mesum, menimbulkan efek negatif

  • Rasa hormat terhadap kelompok masyarakat tertentu: berdasar pekerjaan, penyimpangan, bentuk fisik, cacat, dll. dilarang olok-olok, bahan tertawaan, dllUntuk bahasa siaran (tertulis maupun lisan),

lembaga penyiaran wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baku, sederhana, mudah dimengerti dan tidak multiinterpretibel. Penggunaan bahasa daerah dan asing dapat digunakan selama digunakan sesuai dengan konteksnya dalam acara. Penggunaan bahasa asing dapat digunakan selama lembaga penyiaran menyediakan teks bahasa Indonesia.(SH) Sumber: www.kpi.go.id

Tidak ada komentar: